Selasa, 11 Januari 2011

Serpihan Kenangan Dari Seorang Penyiar Radio


“If she cry, please tell her that I love her…”
Lagu bernuansa slow rock dari penyanyi Jimmy Harnen, If She Cries, syahdu mengalun dari loudspeaker laptopku. Lagu yang enggan aku dengarkan karena membangkitkan kembali kenangan yang telah aku kubur dalam – dalam bersama seorang penyiar radio ternama di kota Jakarta.
Sebut saja nama penyiar itu adalah Andi. Aku berkenalan dengannya sejak masih duduk di bangku kelas XI SMA. Awalnya tidak ada perasaan khusus antara aku dengan dirinya. Namun karena sering berkunjung ke radio tempat Andi siaran, ditambah kami senang menghabiskan waktu selepas on air dengan berbincang – bincang mengenai banyak hal, menghadirkan rasa cinta di tengah – tengah kebersamaan kami. Tidak bisa aku pungkiri, saat itu aku memang mencintai Andi, meskipun aku tahu bahwa Andi adalah pria playboy. Tulus mencintainya dan mencoba tetap bertahan walau Andi sering bergonta – ganti pacar, membuat hubunganku dengannya bertahan lama, setidaknya selama dua tahun.
Puncaknya terjadi bulan Februari 2010 lalu. Pertengkaran hebat antara aku dengan Andi di telepon memicu perpisahan kami. Sebabnya mudah sekali ditebak, aku tidak tahan lagi menghadapi sifat jelek Andi yang suka memiliki banyak kekasih. Habis kesabaranku setiap kali mendengar Andi jatuh cinta pada wanita lain. “Apa kurangku terhadapnya sehingga dengan tega Andi terus menyakiti perasaanku?”, itu adalah pertanyaan yang tak kunjung aku dapatkan jawabannya dari Andi. Memutuskan untuk berpisah dan pergi meninggalkan Andi adalah hal terberat yang pernah aku lakukan seumur hidup. Belum pernah aku merasa hancur sampai nyaris bunuh diri hanya karena masalah cinta. Belum pernah aku merasa kehilangan yang begitu mendalam. Dunia terasa gelap. Untunglah aku memiliki seorang ibu yang memahami ilmu psikologi, terlebih sangat memahami sifat dan karakteristikku. Ibu begitu sabar menemani di saat – saat aku merasa rendah diri. Beliaulah yang kembali menanamkan kepercayaan diriku pasca berpisah dari Andi.
Perlahan tapi pasti, aku kembali seperti sedia kala. Aku lebih berlapang dada menerima kenyataan yang ada di depan mataku. Ikhlas melepas kepergian Andi adalah keputusan tepat yang aku ambil. Menyibukkan diri dengan berbagai kegiatan seperti ikut HIMA dan UKM di kampus membuatku lupa bahwa aku pernah mencintai dan hancur karena putus gara – gara pria bernama Andi. Dukungan orang tua, para sahabat, teman – teman, dan tentu saja “gebetan” yang tiada habisnya memberikan semangat, seolah – olah menjadi “nyawa” baru bagi kehidupan baru yang aku jalani.
Kini, 9 bulan setelah berpisah dengan Andi, aku mampu berdiri lagi di atas kakiku sendiri. Tidak ada lagi dendam, tiada lagi rasa sakit hati. Malah jika aku renungkan kembali peristiwa tersebut, aku merasa konyol sekali sampai nyaris mengakhiri hidup yang ternyata begitu indah, sangat indah, anugerah dari Allah SWT kepadaku. Namun, aku rindu pada Andi setelah dia tidak lagi siaran karena radio tempat dia bekerja sudah tutup. Bangkrut, itu adalah informasi yang aku dapatkan dari orang – orang terdekat dengan Andi – yang juga pernah bekerja di radio tersebut. Kaget aku mendengar kabar tersebut. Bagaimana nasib Andi dan rekan – rekan yang lain? Aku memikirkannya karena aku tahu betul keadaan Andi.
Meski rindu namun aku tidak ingin bertemu dengan Andi. Cukuplah doaku agar dia senantiasa diberi kemudahan yang menemani setiap langkahnya. Cukuplah kepingan – kepingan kenangan bersama Andi yang tersimpan dalam memori hatiku. Tidak akan aku lupakan setiap kebaikan yang Andi lakukan padaku. Tidak akan pernah terlupa setiap lagu yang Andi persembahkan untukku setiap dia siaran, salah satunya adalah lagu ini, Jimmy Harnen, If She Cries, yang diputar menjelang akhir program yang dia bawakan, Malam – Malam Ngerock, setiap Minggu malam.
Aku sentuh foto pria berkulit putih yang tersenyum di balik meja siaran. Perlahan air mata jatuh membasahi foto tersebut. Hanya itu satu – satunya foto Andi yang tersisa setelah semua aku sobek dan aku buang saat memutuskan untuk pergi darinya. Jimmy Harnen, If She Cries, terus mengalun dari laptopku. Terngiang setiap kalimat yang dia ucapkan ketika siaran dan memutarkan lagu ini special untukku. Tidak ingin larut dalam kenangan, buru – buru aku masukkan lagi foto Andi dalam laci meja. Mencoba tetap tersenyum, aku melangkah keluar kamar. Menatap kelamnya langit malam seraya memanjatkan doa,
“Tiada keinginan lain yang aku harapkan dari sosok Andi selain berharap Engkau selalu menjaganya dari bahaya, Ya Allah. Tunjukkanlah jalan yang lurus kepada Andi. Jadikanlah Andi termasuk golongan hamba – hambaMu yang sabar dan kaffah dalam naungan keridhaanMu…”
Tidak ada bintang yang bersinar kala aku mengucapkan untaian pengharapanku, hanya ada hembusan angin begitu sejuk membelai helai rambutku. Tetapi aku yakin, hembusan angin tersebut telah menyampaikan doaku kepada Illahi dan telah membawa salamku untuk Andi yang kini entah berada di mana.
                                                                        ***

“Aku persembahkan tulisan ini untuk seseorang yang pernah singgah di hatiku. Terima kasih untuk semua kasih sayang yang tercurah. Aku tidak akan melupakanmu. Terima kasih pula untuk lagu Jimmy Harnen, If She Cries, yang secara khusus kamu persembahkan untukku. Lagu itu yang sekarang mengingatkanku bahwa aku pernah mengenal dan mencintaimu…”

Dwi Andari Romalan Gultom



Tidak ada komentar:

Posting Komentar